REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah meneken fatwa tentang penyelenggaraan multilevel marketing (MLM) umrah. Persyaratan ketat diterapkan untuk menjaga tujuan bisnis berantai agar bisa membantu Muslim yang kesulitan membiayai ibadah umrah.
“Fatwa tentang MLM umrah sudah diteken dan diterbitkan. Para ulama sudah membahas lebih lanjut pendapat-pendapat dalam forum bahtsul masail dan surat edaran tentang fatwa tersebut sudah mulai disosialisasikan,” ungkap Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin, Kamis (30/8).
Munculnya fatwa yang telah dinanti para pengusaha ibadah haji dan umrah itu bak oase. Pasalnya, kontroversi sistem MLM mencuat sejak setahun lalu. Bermula dari dugaan adanya penyalahgunaan sertifikasi MLM umrah dari Dewan Syariah Nasional MUI oleh dua penyelenggara umrah dan haji khusus. “Kini aturan-aturan ketat diterapkan dan operasionalisasi MLM umrah disesuaikan dengan fatwa ulama. Ada syarat legalitas serta aturan yang diterapkan bagi anggota MLM,” sebut Hasanuddin.
Wakil Sekretaris Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI ini memastikan, fatwa yang ditandatangani beberapa pekan lalu ini berpedoman pada fikih serta sesuai syariah Islam. Sehingga bisa melindungi pihak konsumen maupun menumbuhkan kepercayaan pada penyelenggara umrah.
Aspek legalitas yang harus dipenuhi penyelenggara MLM umrah seperti surat perizinan dari Kementerian Agama. Kemudian syarat-syarat bagi keanggotaannya diantaranya harus beragama Islam, harus bertujuan benar-benar mengikuti umrah, biaya yang sudah disetorkan tidak boleh ditarik kecuali ada hal-hal darurat seperti terkena musibah, dan beberapa aturan lainnya.
“Karena kabarnya MLM umrah juga bisa diikuti nonmuslim serta tujuannya untuk mencari keuntungan atau kelebihan uang dari downlinenya. Itu yang tidak diperbolehkan,” tegas Hasanuddin.
“Karena kabarnya MLM umrah juga bisa diikuti nonmuslim serta tujuannya untuk mencari keuntungan atau kelebihan uang dari downlinenya. Itu yang tidak diperbolehkan,” tegas Hasanuddin.
Seluruh syarat legal serta keanggotan tadi tercantum dalam surat edaran fatwa yang telah disebarkan pada penyelenggara umrah. Nantinya, sebut Hasanuddin, mereka harus bisa memenuhi seluruh persyaratan maksimal tiga bulan sejak edaran terkirim.
Aturan ini berlaku bagi penyelenggaraan umrah semata. Lantaran rukun ibadah haji tidak memperkenankan seseorang berutang agar bisa berangkat. Adapun sistem MLM sistemnya seperti berhutang kepada downline atau lapisan di bawahnya. Sedangkan orang-orang yang dibawahnya ini belum dipastikan keberangkatannya. “Jadi semua rekrutan anggota MLM umrah harus tercatat dan uang pendaftarannya langsung menjadi bagian biaya pemberangkatan umrahnya,” kata Hasanuddin.
Meski telah ada fatwa resmi, MUI mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dan tidak terbujuk dengan travel yang menawarkan paket semurah mungkin. Hasanuddin meminta masyarakat lebih rasional jika melihat kondisi eksternal naiknya biaya akomodasi haji dan umrah seperti biaya penginapan, konsumsi, dan juga transportasi.
“Kami akan mengevaluasi perusahaan yang bersertifikasi MLM umrah apakah sesuai dengan fatwa MLM Umrah apakah tidak,” imbuh Ketua Komisi Fatwa MUI, Ma’ruf Amin.
MUI : Kami telah mengeluarkan fatwa kaitan dengan mlm umroh
dakwatuna.com – Jakarta. Sertifikasi MLM Haji belum dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin, menyatakan MUI hanya mengeluarkan fatwa terkait MLM Umroh.
“Kami hanya mengeluarkan fatwa terkait MLM Umroh saja. MUI belum mengeluarkan apa-apa terkait MLM Haji. Hanya fatwa tentang MLM Umroh,” kata Maruf ketika diubungi Republika Ahad (29/7).
Maruf menuturkan ada dua perusahaan MLM Umroh yang diberi sertifikasi oleh DSN MUI. “Sejauh ini hanya dua perusahaan MLM Umroh yang kami beri sertifikasi yakni perusahaan-perusahaan yang sesuai dengan fatwa yang kami berikan sertifikasi. Yang sesuai dengan aturan dan ketentuan dalam fatwa,” ujar Maruf.
Maruf menyebutkan beberapa kriteria perusahaan MLM Umroh yang sesuai dengan fatwa yaitu salah satunya adalah mampu memberangkatkan dan tidak memberikan masa tunggu yang panjang kepada jamaah.
Sementara itu, Duta Besar Arab Saudi Untuk Indonesia, Mustofa Ibrahim Al Mubarak, membenarkan adanya permintaan penambahan kuota haji dari Kementrian Agama Republik Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi. Namun, Mubarak mengatakan, belum ada jawaban yang pasti tentang permintaan tersebut.
“Memang betul ada permohonan dari Kementrian Agama Republik Indonesia tentang penambahan kuota haji kepada kami. Akan tetapi belum ada pernyataan resmi dari pemerintah kami terkait hal tersebut,” ujar Mubarak. (Djibril Muhammad/Fenny Melisa/ROL/hdn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar